Memperhatikan
rumah-rumah di sepanjang jalan dari Maumere ke Paga akhirnya mengundang kesan
bahwa masyarakat Flores,
khususnya Sikka, seperti mengoleksi bongkahan batu yang disusun rapih menjadi
taman batu di halaman rumah mereka. Inikah makna keaslian yang sengaja dinampakkan
kepada orang yang jauh terbang menyinggahi pulau tua ini? Bila memang setua
itu, seperti apakah rupa pantainya?
Meliuk-liuk
sepanjang 42 kilometer dari Kota Maumere menuju arah barat di jalur Lintas
Flores Selatan, sebuah kecamatan bernama Paga memberikan sedikit jeda dengan
jalannya yang lurus dan lebih banyak ditanami pohon kelapa, jambu mete,
ketapang, dan pohon lainnya yang hijau ketimbang susunan bebatuan namun
kenyataannya Paga masih terus memesona tamunya dengan sebuah pantai yang terkenal
dari kabar burung yang dikabarkan para petualang dan wisatawan. Pantai Koka di Desa
Wolowiro disebut-sebut sebagai tempat dimana alam memanjakan mata dan batin
manusia.
Bila
menggambarkan sebuah tempat nan indah yang masih perawan namun sempat
disinggahi tamu Eropa khususnya dari Belanda di tahun 90-an maka Pantai Koka
adalah ilustrasi terbaik. Perkebunan teh yang dibina pengusaha Belanda zaman
dulu selalu memiliki pesona yang abadi dan pantainya memiliki pesona yang sama
dengan warna alami yang bisa menenangkan jiwa ialah Pantai Koka.
Tak
banyak orang mengenal apalagi mengunjungi pantai berpasir halus dan putih
keemasan ini. Keindahannya seolah tersembunyi dari keramaian dunia. Beberapa
nelayan biasanya berteduh di bawah pohon di antara dua pantai yang melengkung
seperti tersenyum satu sama lain. Dua pantai ini sama indahnya dan sama
keasliannya. Bisa dibayangkan nikmatnya ikan bakar segar dari laut disantap di
bawah rindangnya pohon yang menjadi payung kebersamaan.
Beberapa
wanita dari kampung setempat nampak berjalan membawa berbagai barang di atas
kepalanya seolah menampilkan atraksi akrobat gratis. Dalam bahasa daerah Sikka
mereka bersapaan dan mereka pun berkemampuan memberikan senyuman paling ramah
pada pengunjung pantai yang juga mencoba melempar senyum sapa. Semua ini akan
ditemukan selama perjalanan kaki dari tepi jalan raya beraspal halus hingga ke
bibir pantai yang jaraknya kira-kira 2 kilometer dan ditempuh selama 30 menit
atau sedikit lebih lama karena jalan cadas berbatu.
Tak
lama setelah itu, sebuah pantai di tepi kanan seolah memaksa kaki berlari
meraih airnya yang jernih tak tergambarkan. Pantai ini tepat bagi mereka yang
gemar menyusuri pasir halus dan bersih. Di sisi lain tak jauh dari pantai ini,
sebuah bibir pantai lain tersungging menyambut pengunjung, tepat dijadikan
gambaran khayalan yang menjadi kenyataan. Dua bukit batu membatasi ujung bibir
pantai satu dengan yang lainnya. Airnya yang biru bening seolah tatapan mata
yang menyambut hangat, persis sehangat airnya saat kelelahan diserahkan
seutuhnya pada keramahan alam mengobati kepanatan ragawi.
Tak
salah seorang pendeta bernama Theodorus Yoseph Visser SVD membina jalan sejauh
2 kilometer dari Wolowiro ke Pantai Koka sehingga kini akhirnya menunggu waktu
untuk diminati petualang merebahkan kekagumannya di atas pasir pantai yang
halus bersih. Seorang berkebangsaan Belanda sempat tinggal di Watuneso, Lio
Timur di Ende dan menyebarkan semerbak harum nama Pantai Koka di Eropa. Sejak
itulah pantai ini menjadi primadona yang ternyata masih tak berubah
keasliannya.
TIPS
Tetap bawa minuman dan makanan yang
cukup untuk bertahan di kawasan pantai indah ini karena tidak ada satu pun
fasiltas yang dibangun atau diadakan oleh pemerintah maupun masyarakatnya.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar